8.29.2010

Kota Dumai Dan Sampah Malaysia

.

Dumai (ANTARA News) - Di Kota Dumai, Provinsi Riau, barang bekas mulai dari baju, celana, bahkan pakaian dalam serta beragam kebutuhan rumahtangga lainnya beredar luas di kota itu.

Hal ini sudah merupakan pemandangan yang biasa dan dianggap lumrah oleh masyarakat di sana sejak berpuluh-puluh tahun lamanya.

Semua barang bekas itu, beredar bebas tanpa ada larangan baik dari pemerintah setempat maupun instansi vertikal di kota itu. Siapa saja dapat menemukan dan membeli barang-barang rongsokan itu di sejumlah pasar tradisional yang ada di sana.
Seperti di pasar Senggol yang berada di Jalan Sudirman, Kota Dumai. Pada bagian depan dan samping kiri kanan pasar, mulanya tampak sejumlah toko dan lapak sederhana para pedagang sayur dan buah-buahan.

Namun ketika menuju kedalam pasar, setidaknya 20 meter dari depan, tampak pakaian-pakain bekas yang bergelantungan pada setiap kedai dan toko-toko kecil yang ada di sana. Beragam pakaian bekas itu juga ada yang disusun lipat dengan rapi. Sebagian juga ada yang ditumpuk untuk diobral dengan harga yang relatif murah.

Toko dan kedai-kedai penyaji pakaian bekas itu tidak sedikit. Pada pasar yang berlantai tiga ini, hampir rata-rata dipenuhi dengan para pedagang barang dan pakaian bekas.

Para pedagang ini juga menyusun sebuah kelompok atau komunitas sama seperti pedagang lain pada umumnya. Jika dilantai bawah merupakan komunitas bagi para pedagang baju dan celan bekas. Pada lantai dua pasar, akan ditemukan pedagang yang menjajahkan berbagai kelengkapan rumahtangga seperti gorden, alas kasur, selimut, sarung bantal dan sejenisnya.

Begitu juga pada lantai tiga. Kebanyakan pedagang memajangkan sejumlah barang bekas seperti tas, dompet, topi, sepatu hingga kaus kaki dan celana dalam.

Harga barang dan pakaian bekas yang ditawarkan juga bervariasi, mulai dari ribuan hingga ratusan bahkan jutaan rupiah. Tergantung jenis barang dan merk serta kondisi barang yang dipilih.


Langganan Pejabat

Di Pasar Senggol, kebanyakan pelanggan aktif merupakan kalangan pejabat pemerintahan setempat.

Seorang pedagang pakaian bekas yang berada di lantai dasar Pasar Senggol, Rintonga (45), Sabtu (28/8), mengatakan, para kalangan pejabat biasanya menghabiskan waktu berbelanjanya pada hari-hari libur seperti Sabtu dan Minggu.

"Mereka biasanya datang selalu memborong. Bahkan ada seorang pejabat yang ketika saya tanya mengaku sebagai Kepala Dinas di Pemerintahan Dumai, hampir setiap minggu mendatangi kedai saya untuk membeli sejumlah pakaian bekas yang akan dijualnya lagi di Pekanbaru," tuturnya.

Menurut Rintonga, bisnis dagang pakaian bekas yang sudah dilakoninya sejak belasan tahun itu mendatangkan untung yang besar. Dalam sehari, Rintonga biasanya meraup keuntung bersih sekitar Rp300.000 hingga Rp400.000 per hari dari jual beli yang mencapai jutaan rupiah.

Keuntungan dan pernyataan mirip hampir dikatakan sejumlah para pedagang lainnya yang berada di Pasar Senggol dan sejumlah pasar-pasar tradisional penyaji barang dan pakaian bekas lainnya yang ada di kota itu.


Hingga di Emperan

Selain di pasar-pasar tradisional, para pedagang barang dan pakaian bekas juga tampak memenuhi emperan jalan-jalan besar di Kota Dumai. Mulai dari Jalan Sukajadi, Sudirman, Ombak, dan sejumlah lintasan utama kota lainnya.

Para pedagang ini biasanya membuka lapaknya saat jam-jam malam, atau ketika sejumlah toko-toko yang berada di lintasan itu tutup, sehingga tidak mengganggu kendaraan yang parkir di areal yang ada di depannya.

Tidak berbeda dengan pedagang barang dan pakaian bekas di pasar tradisional, mereka juga menawarkan harga jual yang baragam, tergantung merk serta jenis barang yang dipilih.

Seorang pedagang barang dan pakaian bekas yang berada di emperan Jalan Sukajadi, Sapri (47), mengatakan, selama berjualan, dirinya belum pernah mendapat peringatan larangan atau teguran dari pemerintah atau pihak-pihak berwenang setempat lainnya.

"Karena nggak ada larangan makanya kami tetap berjualan di sini," terang dia yang mengaku telah melakoni profesi sebagai pedagang barang dan pakai bekas selama delapan tahun lamanya.


Mudah Didapat

Berdasarkan hasil investigasi, maraknya peredaran pakaian bekas di Kota Dumai disebabkan beberapa faktor. Diantaranya, upaya penyeludupan barang dan pakain bekas melalui perairan Dumai yang tidak kunjung hentinya. Serta tidak adanya tindakan atau sanksi yang dapat memberi efek jerah bagi penyeludup atau yang mengedarkannya.

Menurut informasi dari berbagai sumber, barang dan pakai bekas sangat mudah didapat. Kebanyakan pedagang, membelinya langsung dari seseorang yang dikenal sebagai importir gelap.

Barang dan pakaian bekas itu dibeli oleh para penjualan eceran per karung yang telah di pres hingga padat. Setiap karung dengan berat rata-rata 200 hingga 300 kilogram, mereka membelinya dengan harga berkisar Rp3 juta sampai Rp5 juta.

Tidak jarang, para calon pedagang eceran ini menemukan benda-benda kumuh seperti kondom bekas, jarum suntik, bahkan sejumlah alat medis bekas berbahaya lainnya di dalam karung tersebut.

Tanpa melakukan pembersihan atau pencucian terlebih dahulu, barang dan pakai bekas yang dianggap layak langsung dipajang di lapak dan kedai-kedai mereka untuk kemudian dijual dengan harga yang bervariasi.


Marak Penyeludupan

Di Kota Dumai, maraknya penyeludup barang dan pakaian bekas atau yang biasa disebut ballpres, sudah menjadi rahasia umum. Kendati beberapa kali pihak berwenang seperti Bea dan Cukai, Aparat Kepolisian, dan Tentara Laut Indonesia sempat berhasil mengamankannya, namun tetap saja ada yang lolos.

Hal itu ditandai dengan maraknya peredaran barang dan pakaian bekas di kota itu sendiri.

Berdasarkan pengakuan sumber terkait, sulitnya penanganan untuk mencegah masuknya barang dan pakaian bekas masuk ke Kota Dumai disebabkan banyaknya pelabuhan ilegal di sana.

Belabuhan ilegal itu disebut sebagai surga bagi tikus- tikus penyeludup. Keberadaannya di sejumlah titik pangkal Sungai Dumai juga sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat di sana.


Berikut daftar pelabuhan ilegal yang ada di Kota Dumai.

Pada titik pertama, berada di Sungai Kemeli, Kecamatan Medang Kampai. Aktifitas pembongkaran barang dan pakai bekas di Pelabuhan Sungai Kemeli kerap dilakukan pada malam hari, antara pukul 21.00 WIB hingga tengah malam, saat air laut dalam keadaan naik atau pasang.

Untuk mengelabuhi petugas yang terkadang melakukan operasi dadakan, pemilik atau pengurus kapal biasanya juga menginstruksi anggotanya untuk melakukan pembongkaran pada dinihari, saat air laut pasang.

Titik kedua berada di Sungai Selingsing, Kecamatan Sungai Sembilan. Pada titik kedua ini, biasanya pembongkaran hanya dilakukan pada tengah malam hingga dinihari. Hal itu dilakukan karena jaraknya yang dekat dengan pusat perkotaan hingga mudah terdeteksi oleh petugas.

Titik ke tiga, Pelabuhan Petak Panjang yang berada di Kecamatan Dumai Timur. Di pelabuhan ini, aktifitas bongkar juga dilakukan pada tengah malam hingga dini hari.

Dan titik Keempat, yakni Pelabuhan Sungai Mesjid, yang berada di Kecamatan Dumai Timur. Aktifitas bongkar di pelabuhan satu ini dilakukan bisa kapan saja, tanpa ada batasan waktu. Untuk mengelabuhi petugas, biasanya muatan kapal disertai dengan sembako.

Selain empat pelabuhan ilegal itu, disepanjang alur Sungai Dumai juga tersebar sejumlah pelabuhan-pelabuhan kecil yang juga kerap dimanfaatkan untuk memasok barang seludupan dari Malaysia dengan menggunakan kapal-kapal kayu yang juga berukuran kecil.

Tidak salah, jika pandangan kebanyakan masyarakat pendatang mengatakan Dumai merupakan tempat atau lahan pembuangan sampah-sampah Malaysia. Uniknya, sampah yang dibuang ke Dumai, justru laku dijual di Kota itu dan sejumlah kota/kabupaten tetangga lainnya seperti Pekanbaru, Bengkalis, Rokan Hilir, bahkan hingga luar provinsi terutama Sumatera Barat. (ANT/K004)

Related Posts by Categories



0 komentar:

Posting Komentar