2.25.2011

Golkar Tidak Berniat Keluar dari Koalisi

.
0 komentar

Jakarta (ANTARA News) - Partai Golkar menegaskan tidak pernah berniat keluar dari koalisi partai-partai pendukung pemerintah.

"Jangankan berniat, mimpi pun tidak pernah," kata Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Idrus Marham di Gedung DPR RI di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, Partai Golkar tetap konsisten dengan kontrak politik yang dilakukan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bahwa Partai Golkar akan mengawal pemerintahan sampai tahun 2014.
Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, kata dia, sudah menegaskan komitmen Partai Golkar untuk konsisten kmengawal pemerintahan sampai tahun 2014.

"Langkah yang dilakukan Partai Golkar mengusulkan hak angket pajak, untuk mendukung penguatan pemerintah," katanya.

Menurut Idrus, Partai Golkar berpandangan praktik mafia pajak harus diberantas untuk menghilangkan kebocoran penerimaan negara dari sektor pajak.

Jika kebocoran penerimaan pajak terus dibiarkan, kata dia, maka sama saja membiarkan pemerintah menjadi lemah.

Pada kesempatan tersebut, Idrus menegaskan, jika ada wacana yang menyebutkan agar Partai Golkar keluar dari koalisi hal itu merupakan pandangan pribadi.

Partai Golkar dan partai politik lain anggota koalisi terikat dengan kontrak politik yang ditandatangani ketua umum partai politik dan presiden.

"Karena itu, Partai Golkar tetap konsisten dengan kontrak politik untuk mengawal pemerintahan sampai tahun 2014," katanya.

Idrus Marham menambahkan, Partai Golkar juga menghargai arahan Presiden Yudhoyono untuk menuntaskan kasus-kasus hukum, termasuk kasus Bank Century.

Penyelesaian kasus Bank Century yang tersendat hinggta saat ini, kata dia, merupakan pertaruhan kredibilitas DPR, karena keputusan DPR soal tindaklanjut kasus Bank Century sudah direkomendasikan kepada lembaga penegak hukum.

"Namun tindaklanjut dari lembaga penegak hukum sampai saat ini masih tersendat," kata Idrus.

Read More »»

Demokrat Susun Daftar Kepatuhan Parpol Koalisi

.
0 komentar

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustopa mengatakan bahwa pihaknya akan menyusun daftar kepatuhan partai politik anggota koalisi pendukung pemerintah.

"Yang paling banyak membuat pelanggaran akan dikeluarkan (dari koalisi)," kata Sekretaris Fraksi Demokrat DPR RI itu di Gedung DPR/MPR di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan, dari susunan kepatuhan itu, maka partai yang paling banyak melakukan pelanggaran akan menerima sanksinya.
Ketua DPP Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menyatakan keyakinannya bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengambil sikap terkait kurang solidnya parpol koalisi pendukung Pemerintahan saat pengambilan keputusan terhadap usul hak angket perpajakan.

"Saya yakin Presiden akan ambil langkah yang diperlukan," katanya menanggapi sikap parpol koalisi yang tidak solid dalam pengambilan keputusan terhadap usul penggunaan hak angket.

Partai Golkar dan PKS merupakan partai koalisi yang bersikap sama dengan oposisi PDIP mendukung hak angket mafia perpajakan. Namun di pihak oposisi juga terjadi perubahan sikap politik ketika Gerindra menolak usul hak angket itu.

Namun Nuryahati tidak bisa merinci sikap yang mungkin akan diambil Presiden menyikapi tidak solidnya sikap politik partai-partai koalisi. Yang bisa dipastikan adalah Presiden sebagai ketua koalisi pada saatnya tentu akan mengambil langkah menyikapi hal itu.

Dari perkembangan politik saat pengambilan keputusan terkait hak angket perpajakan, menurut dia, diperoleh pembelajaran politik yang sangat berharga.

"Ini pembelajaran politik yang luar biasa. Salah satunya adalah bahwa dalam politik itu tak ada lawan dan kawan abadi, yang ada adalah kepentingan," katanya.

Read More »»

2.24.2011

Tiga Pilihan Pasca Angket Untuk SBY

.
0 komentar

Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Burhanudin Muhtadi mengatakan pasca kandasnya usulan Hak Angket Pajak, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki tiga pilihan langkah tidak mudah yang harus diambilnya.

Presiden SBY setidaknya memiliki tiga pilihan langkah mau dibawa kemana koalisi ini," kata Burhanudin pada diskusi Dialektika Demokrasi di gedung DPR Senayan Jakarta, Kamis.

Pilihan pertama adalah partai Golkar dan PKS dikeluarkan dari koalisi. Namun Presiden SBY harus memastikan dulu ada koalisi baru dengan masuknya Gerindra."Jika PG dan PKS dikeluarkan dan masuk Gerindra maka posisi koalisi kekuatannya menjadi 51 persen saja. Ini terlalu riskan untuk mempertahankan pemerintahan," kata Burhanudin.

Burhanudin juga menjelaskan jika pilihannya mengeluarkan PG dan PKS, maka kemungkinan memasukkan PDIP dalam koalisi baru.

"Tapi apakah bisa dipastikan PDIP masuk ke koalisi, ada tembok besar yakni apakah disetujui Ibu Megawati. Rasanya ibu Mega sulit ditaklukan kecuali ada mukjizat di Jl. Teuku Umar (rumah Megawati)," kata Burhanudin.

Pilihan kedua adalah mempertahankan koalisi tambun dengan kekuatan 75 persen suara, namun koalisi menjadi pepesan kosong.

"Ini koalisi pepesan kosong, tambun tapi betul-betul rapuh," kata Burhanudin.

Pilihan ketiga adalah hanya mengeluarkan PKS atau Golkar.

"Kalau PG yang dikeluarkan kekuatan koalisi hanya 64 persen, tapi kalau PKS yang dikeluarkan kekuatan koalisi 69 persen," kata Burhanudin.

Jika Golkar yang dikeluarkan akan berat karena nilai tawarnya sangat tinggi. Sebaliknya jika jika PKS yang dibuang justru menjadi amunisi untuk konsolidasi PKS.

"Jika pilihannya adalah membuang PKS maka kekuatan koalisi hanya 56 persen dan didominasi oleh partai Islam. Nah disisi lain kekuatan oposisi meningkat dua kali menjadi 44 persen," kata Burhanudin.

Oleh karena itu, tambah Burhanudin, ketiga pilihan itu sulit untuk diputuskan Presiden Yudhoyono.(*)

Read More »»

2.23.2011

Pemerintah Beri Sinyal Penundaan Pembatasan BBM Subsidi

.
0 komentar

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memberi sinyal penundaan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi apabila harga minyak dunia melambung tinggi dan persiapan yang dilakukan belum memadai.

"Kalau asumsi-asumsi berubah, misalnya hasil kajian tambahan yang dilakukan ITB, UGM dan UI serta adanya harga minyak yang tinggi dan kesiapan belum cukup, maka bisa saja dilakukan penundaan," ujar Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Hatta Rajasa, dalam pesan singkat di Jakarta, Rabu.

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo mengemukakan, pemerintah sedang menunggu hasil kajian mendalam mengenai pembatasan BBM bersubsidi dan kalau penundaan diperlukan, maka pemerintah akan menunda rencana tersebut."Kalau dalam kajian dari pemerintah terlihat bahwa pembatasan BBM itu kurang efektif atau kurang bermanfaat dibandingkan dengan adanya penyesuaian yang mesti dituruti oleh masyarakat. Kalau seandainya perlu ada penundaan, mungkin harus ditunda," ujarnya.

Ia menjelaskan, apabila pembatasan tersebut gagal dilaksanakan, maka pemerintah akan mencari opsi lain agar memunculkan efisiensi sehingga tidak membebani APBN 2011.

Pemerintah, lanjut dia, juga tidak akan memilih opsi untuk menaikkan harga premium dalam menekan anggaran subsidi.

"Kita pelajari dulu pola efisiensi yang bisa dilakukan dan kita sudah membuat simulasi, yang kita lihat adalah tentu ada alternative action yang lain," ujar Agus.

Sebelumnya, pemerintah menyatakan akan menerapkan pembatasan BBM bersubsidi per 1 April 2011 yang bergantung dari kesiapan Komisi VII, Pertamina, Badan Pengawas Harian Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), serta kajian yang saat ini sedang dilakukan oleh akademisi.
(T.S034/A035/P003)

Read More »»

2.22.2011

IPB Akan Umumkan Soal Susu Formula

.
0 komentar

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan pihak Institut Pertanian Bogor akan mengumumkan kasus susu formula di Kantor Kementerian Kesehatan, pada Rabu (23/2).

"IPB melalui rektornya akan membuat pengumuman soal susu formula," kata Agung Laksono kepada wartawan di kantor Kementerian bidang Kesejahteraan Rakyat, Selasa.

Agung menjelaskan, beerdasarkan laporan yang dia terima dari Kementerian Kesehata,n pihak IPB akan mengumumkan secara proporsional terkait permasalahan susu formula tersebut.Pengumuman itu akan dilakukan sebelum melakukan rapat kerja dengan DPR.

Namun demikian, Menko Kesra tidak bisa memastikan secara langsung apakah pihak IPB akan menyebutkan merek-merek susu formula tersebut.

"Laporan sementara yang saya terima adalah membuat pengumuman soal susu formula secara proporsional, namun saya tidak mendapat laporan pasti apakah rektor IPB akan menyebutkan soal merek," katanya.

Menko menambahkan, pengumuman itu akan dilakukan sesuai dengan etika pendidikan dan penelitian.
(W004/A025)

Read More »»

2.02.2011

KBRI Protes Sebutan "Indon" di Harian Malaysia

.
0 komentar

Kuala Lumpur (ANTARA News) - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Malaysia memrotes penggunaan kata "Indon" pada salah satu judul berita di sebuah media lokal, "Berita Harian", karena sebutan itu berkesan negatif.

"Kami kecewa dan protes dengan penggunaan kata `Indon` sebab kedua kepala negara telah sepakat untuk tidak menggunakan kata tersebut termasuk di media massa," kata Kepala Bidang Penerangan, Sosial dan Budaya, Suryana Sastradiredja di Kuala Lumpur, Rabu.

Media "Berita Harian" menuliskan berita berjudul "Taktik Kotor Indon" terkait penunjukkan Indonesia sebagai tuan rumah Sea Games pada November mendatang. Rubrik olahraga harian tersebut edisi Rabu (2/2) berisi hasil wawancara dengan Wakil Presiden Majelis Olimpiade Malaysia (MOM), W Y Chin, yang menyebutkan Indonesia sebagai tuan rumah Sea Games XXVI banyak mengikutsertakan cabang olahraga yang menguntungkan atlet-atletnya.

Hal tersebut, menurut dia, dapat merusak hubungan kedua negara, bangsa, dan rakyatnya. "Kata `Indon` sangat menghina dan memalukan. Kami akan kirim nota protes ke `Berita Harian` dan mempertanyakan tujuan dari penggunaan kata-kata tersebut," kata Suryana.

Ia mengatakan, wartawan tentulah orang intelek dan punya intelijensia yang peka terhadap hubungan kedua negara, kecuali penulisan tersebut mempunyai maksud lain. "Kami minta penulisan ini tidak terulang dan penulisnya harus ditindak tegas," ungkap Suryana menegaskan.

Ia mengungkapkan, selama ini harian tersebut kerap mengggunakan kata "Indon" dalam pemberitaannya yang terkait dengan Indonesia.

Terkait itu, pihak KBRI akan menyampaikannya dalam forum pertemuan yang melibatkan kedua pihak.

(N004/R018/S026)

Read More »»